Dzikir

himpunan doa photo himpunandoa.gif

Friday 24 December 2010

The Miracle of Shalat : Sujud itu bikin cerdas


Memang, segala macam perintah Tuhan itu ternyata kembali untuk kebaikan kita juga baik sewaktu di dunia maupun di akhirat nanti …saya jadi teringat tahun 93-an dulu pernah ada seminar internasional tentang ‘The Miracles of Qur’an’ di IPTN Bandung . Berbagai makalah ilmiah yang berhubungan dengan keajaiban Al-Qur’an dari berbagai sudut pandang disiplin ilmu dipresentasikan …dari mulai pandangan seorang biologist, archeologist, geologist, neurologist, ahli bahasa dan lain sebagainya.. .subhanallaah. ..wahai Tuhanku sesungguhnya Engkau tidak menciptakan semua ini dengan sia-sia…

Dibawah ini ada artikel menarik tentang keutamaan sujud (gerakan dalam sholat) dengan kesehatan, kecantikan, kebugaran, dll….selamat menikmati…

Sujud Bikin Cerdas

Salat adalah amalan ibadah yang paling proporsional bagi anatomi tubuh manusia. Gerakan gerakannya sudah sangat melekat dengan gestur (gerakan khas tubuh) seorang muslim. Namun, pernahkah terpikirkan manfaat masing-masing gerakan? Sudut pandang ilmiah menjadikan salat gudang obat bagi berbagai jenis penyakit!

Saat seorang hamba telah cukup syarat untuk mendirikan salat, sejak itulah ia mulai menelisik makna dan manfaatnya. Sebab salat diturunkan untuk menyempurnakan fasilitasNya bagi kehidupan manusia. Setelah sekian tahun menjalankan salat, sampai di mana pemahaman kita mengenainya?

TAKBIRATUL IHRAM
Postur: berdiri tegak, mengangkat kedua tangan sejajar telinga, lalu melipatnya di depan perut atau dada Bagian bawah.
Manfaat: Gerakan ini melancarkan aliran darah, getah bening (limfe) dan kekuatan otot lengan. Posisi jantung di bawah otak memungkinkan darah mengalir lancar ke seluruh tubuh. Saat mengangkat kedua tangan, otot bahu meregang sehingga aliran darah kaya oksigen menjadi lancar. Kemudian kedua tangan didekapkan di depan perut atau dada bagian bawah. Sikap ini menghindarkan dari berbagai gangguan persendian, khususnya pada tubuh bagian atas.

RUKUK
Postur: Rukuk yang sempurna ditandai tulang belakang yang lurus sehingga bila diletakkan segelas air di atas punggung tersebut tak akan tumpah. Posisi kepala lurus dengan tulang belakang.
Manfaat: Postur ini menjaga kesempurnaan posisi dan fungsi tulang belakang (corpus vertebrae) sebagai penyangga tubuh dan pusat syaraf. Posisi jantung sejajar dengan otak, maka aliran darah maksimal pada tubuh bagian tengah. Tangan yang bertumpu di lutut berfungsi relaksasi bagi otot-otot bahu hingga ke bawah. Selain itu, rukuk adalah latihan kemih untuk mencegah gangguan prostat.

I’TIDAL
Postur: Bangun dari rukuk, tubuh kembali tegak setelah, mengangkat kedua tangan setinggi telinga.
Manfaat: i’tidal adalah variasi postur setelah rukuk dan sebelum sujud. Gerak berdiri bungkuk berdiri sujud merupakan latihan pencernaan yang baik. Organ organ pencernaan di dalam perut mengalami pemijatan dan pelonggaran secara bergantian. Efeknya, pencernaan menjadi lebih lancar.

SUJUD
Postur: Menungging dengan meletakkan kedua tangan, lutut, ujung kaki, dan dahi pada lantai.
Manfaat: Aliran getah bening dipompa ke bagian leher dan ketiak. Posisi jantung di atas otak menyebabkan darah kaya oksigen bisa mengalir maksimal ke otak. Aliran ini berpengaruh pada daya pikir seseorang. Karena itu, lakukan sujud dengan tuma’ninah, jangan tergesa gesa agar darah mencukupi kapasitasnya di otak. Postur ini juga menghindarkan gangguan wasir. Khusus bagi wanita, baik rukuk maupun sujud memiliki manfaat luar biasa bagi kesuburan dan kesehatan organ kewanitaan.

DUDUK
Postur: Duduk ada dua macam, yaitu iftirosy (tahiyyat awal) dan tawarruk (tahiyyat akhir). Perbedaan terletak pada posisi telapak kaki.
Manfaat: Saat iftirosy, kita bertumpu pada pangkal paha yang terhubung dengan syaraf nervus Ischiadius. Posisi ini menghindarkan nyeri pada pangkal paha yang sering menyebabkan penderitanya tak mampu berjalan. Duduk tawarruk sangat baik bagi pria sebab tumit menekan aliran kandung kemih (urethra), kelenjar kelamin pria (prostata) dan saluran vas deferens.
Jika dilakukan dengan benar, postur ini mencegah impotensi. Variasi posisi telapak kaki pada iftirosy dan tawarruk menyebabkan seluruh otot tungkai turut meregang dan kemudian relaks kembali. Gerak dan tekanan harmonis inilah yang menjaga. kelenturan dan kekuatan organ-organ gerak kita.

SALAM
Gerakan: Memutar kepala ke kanan dan ke kiri secara maksimal.
Manfaat: Relaksasi otot sekitar leher dan kepala menyempurnakan aliran darah di kepala. Gerakan ini mencegah sakit kepala dan menjaga kekencangan kulit wajah.

BERIBADAH secara, kontinyu bukan saja menyuburkan iman, tetapi mempercantik diri wanita luar dalam.

PACU KECERDASAN
Gerakan sujud dalam salat tergolong unik. Falsafahnya adalah manusia menundukkan diri serendah-rendahnya, bahkan lebih rendah dari pantatnya sendiri. Dari sudut pandang ilmu psikoneuroimunologi (ilmu mengenai kekebalan tubuh dari sudut pandang psikologis) yang didalami Prof Sholeh, gerakan ini mengantar manusia pada derajat setinggi-tingginya. Mengapa?

Dengan melakukan gerakan sujud secara rutin, pembuluh darah di otak terlatih untuk menerima banyak pasokan darah. Pada saat sujud, posisi jantung berada di atas kepala yamg memungkinkan darah mengalir maksimal ke otak. Itu artinya, otak mendapatkan pasokan darah kaya oksigen yang memacu kerja sel-selnya. Dengan kata lain, sujud yang tumakninah dan kontinyu dapat memacu kecerdasan.

Risetnya telah mendapat pengakuan dari Harvard Universitry , AS. Bahkan seorang dokter berkebangsaan Amerika yang tak dikenalnya menyatakan masuk Islam setelah diam-diam melakukan riset pengembangan khusus mengenai gerakan sujud.

PERINDAH POSTUR
Gerakan-gerakan dalam salat mirip yoga atau peregangan (stretching) . Intinya untuk melenturkan tubuh dan melancarkan peredaran darah. Keunggulan shalat dibandingkan gerakan lainnya adalah salat menggerakan anggota tubuh lebih banyak, termasuk jari kaki dan tangan.

Sujud adalah latihan kekuatan untuk otot tertentu, termasuk otot dada. Saat sujud, beban tubuh bagian atas ditumpukan pada lengan hingga telapak tangan. Saat inilah kontraksi terjadi pada otot dada, Bagian tubuh yang menjadi kebanggaan wanita. Payudara tak hanya menjadi lebih indah bentuknya tetapi juga memperbaiki fungsi kelenjar air susu di dalamnya. !

MUDAHKAN PERSALINAN
Masih dalam pose sujud, manfaat lain bisa dinikmati kaum hawa. Saat pinggul dan pinggang terangkat melampaui kepala dan dada, otot-otot perut (rectus abdominis dan obliquus abdominis externuus) berkontraksi penuh. Kondisi ini melatih organ di sekitar perut Untuk mengejan lebih dalam dan lama.Ini menguntungkan wanita karena dalam persalinan dibutuhkan pernapasan yang baik dan kemampuan mengejan yang mencukupi. Bila, otot perut telah berkembang menjadi lebih besar dan kuat, maka secara alami ia justru lebih elastis. Kebiasaan sujud menyebabkan tubuh dapat mengembalikan serta mempertahankan organ-organ perut pada tempatnya kembali (fiksasi).

PERBAIKI KESUBURAN
Setelah sujud adalah gerakan duduk. Dalam salat ada dua macam sikap duduk, yaitu duduk iftirosy (tahiyyat awal) dan duduk tawarruk (tahiyyat akhir). Yang terpenting adalah turut berkontraksinya otot otot daerah perineum. Bagi wanita, inilah daerah paling terlindung karena terdapat tiga lubang, yaitu liang persenggamaan, dubur untuk melepas kotoran, dan saluran kemih.

Saat duduk tawarruk, tumit kaki kiri harus menekan daerah perineum. Punggung kaki harus diletakkan di atas telapak kaki kiri dan tumit kaki kanan harus menekan pangkal paha kanan. Pada posisi ini tumit kaki kiri akan memijit dan menekan daerah perineum. Tekanan lembut inilah yang memperbaiki organ reproduksi di daerah perineum.

AWET MUDA
Pada dasarnya, seluruh gerakan salat bertujuan meremajakan tubuh. Jika tubuh lentur, kerusakan sel dan kulit sedikit terjadi. Apalagi jika dilakukan secara rutin, maka sel-sel yang rusak dapat segera tergantikan. Regenerasi pun berlangsung lancar. Alhasil, tubuh senantiasa bugar.

Gerakan terakhir, yaitu salam dan menengok ke kiri dan kanan punya pengaruh besar pada kekencangan. Kulit wajah. Gerakan ini tak ubahnya relaksasi wajah dan leher. Yang tak kalah pentingnya, gerakan ini menghindarkan wanita dari serangan migrain dan sakit kepala lainnya

Mengingat kemana Tujuan Hidup

Saat ini, banyak orang yang hidup sesukanya hingga melupakan Allah SWT dan Rasul-Nya. Dalam menjalani hidup, ia tak peduli halal-haram. Dalam kamus hidupnya hanya satu: yang penting enak, nikmat! Mereka antara lain pelaku seks bebas, pemabuk/penikmat narkoba dan tentu saja kalangan hedonis lainnya. Setiap hari yang mereka kejar hanyalah kesenangan. Mereka tak mau dipusingkan oleh masalah.

Saat ini pun tak sedikit orang yang begitu dalam cintanya kepada seseorang; entah kepada pasangan hidupnya, pujaan hatinya, anak-anaknya, kedua orang-tuanya, dll. Begitu dalamnya cintanya kepada seseorang tersebut hingga melebihi cintanya kepada Allah SWT dan Rasul-Nya. Akibatnya, ia menomorduakan Allah SWT dan Rasul-Nya serta menomor-satukan seseorang yang ia cintai. Bukan-kah tak sedikit orang mengorbankan agama demi menyenangkan orang-orang yang ia cintai. Bukankah banyak orang mau mengorbankan apa saja, termasuk agamanya, demi menyenangkan dan membahagiakan pasangan hidup yang dia cintai? Banyak pula orang yang tergila-gila mencintai sesuatu; entah harta-kekayaan, jabatan, pangkat, kehormatan, hobi dll. Begitu cintanya pada sesuatu itu, ia pun tak jarang melupakan Allah SWT dan Rasul-Nya. Bukankah tak sedikit orang yang menggadaikan agamanya demi mengejar kekayaan, jabatan, pangkat, kehormatan atau bahkan hobi? Bukankah ada orang yang nekad melakukan suap-menyuap demi pangkat/jabatan; melaku-kan manipulasi demi meraih gelar/kehor-matan; atau menghabiskan waktu berjam-jam seharian (juga tenaga, pikiran dan tentu saja uang) demi memuaskan hobi-nya hingga lupa shalat, baca Alquran atau berzikir kepada Allah SWT?

Jika kita termasuk ke dalam orang-orang yang semacam ini, layaklah kita merenungkan sebuah hadits, sebagaimana yang dituturkan Sahal bin Saad, bahwa Nabi SAW pernah bersabda: Jibril pernah berkata, ”Muhammad, hiduplah sesukamu, namun sesungguhnya akhir kehidupanmu adalah kematian; cintailah siapa saja sekehendakmu, tetapi sesungguhnya engkau akan berpisah dengannya; lakukanlah apa saja semaumu, namun sesungguhnya engkau akan diberi balasan.” (HR al-Hakim, al-Haitsami dan ath-Thabrani).

Sayang, meski banyak orang tahu bahwa ujung kehidupan adalah kematian dan kefanaan, faktanya mereka menjalani hidup ini seolah-olah kehidupan itu abadi dan tak bertepi. Akibatnya, mereka terus menumpuk harta-kekayaan, sesuatu yang pasti akan mereka tinggalkan; terus mengejar pangkat dan jabatan, sesuatu yang pasti akan mereka tanggalkan; serta terus mereguk berbagai macam kese-nangan, sesuatu yang pasti segera terlupakan. Tak jarang semua itu semakin menjauhkan dirinya dari Allah SWT. Tak jarang semua itu menjadikan dirinya lupa mempersiapkan amal kebajikan, bekal pasca kematian, sesuatu yang justru akan menjadi satu-satunya teman di Hari Penghisaban. Tak jarang pula semua itu menjadikan dirinya bakhil, terus menuruti hawa nafsu dan cenderung berbangga diri. Semua itu pada akhirnya menghancurkan dirinya. Yang demikian ini persis sebagaimana sabda Nabi SAW dalam sebuah riwayat yang dituturkan oleh Ibn Umar ra., yang menyatakan bahwa, ”Ada tiga perkara yang menghancurkan, yaitu: sifat bakhil yang kelewatan, hawa nafsu yang dituruti dan membanggakan diri sendiri.."(HR ath-Thabrani. Lihat: Ismail Muhammad al-'Ajiluni al-Jarahi, Kasyf al-Khifâ' II/381).

Orang-orang yang seperti ini biasa-nya adalah orang-orang yang tak punya adab (baik kepada Allah ataupun makh-luk), tidak sabar (terutama dalam menjauhi ragam maksiat dan dalam menunaikan berbagai kewajiban) dan tidak memiliki sikap wara' (menjauhi keharaman dan syubhat). Padahal, sebagaimana dinyata-kan oleh Imam Hasan al-Bahsri, seorang ulama besar generasi tabi'in, ”Siapa saja yang tak punya adab (baik kepada Allah ataupun kepada makhluk), berarti ia tak punya ilmu. Siapa saja yang tak bersabar (terutama dalam menjauhi ragam maksiat dan dalam menunaikan berbagai kewajib-an), berarti ia bukan orang beragama. Siapa saja yang tak bersikap wara' (dari perkara yang haram maupun yang syubhat), berarti ia tak punya martabat (di sisi Allah SWT).” (Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi, Nashâ'ih al-'Ibâd, hlm. 11).

Karena itu, marilah kita segera bertobat kepada Allah 'Azza Wajala dari segala dosa dan kesalahan, karena itu adalah kewajiban. Namun, meninggalkan ragam dosa dan kemaksiatan adalah lebih wajib lagi. Demikianlah sebagaimana kata penyair:

Manusia wajib tobat dari dosa

Lebih wajib lagi meninggalkannya


Kita pun mesti selalu menyadari, bahwa kematian itu sangat dekat, bahkan lebih dekat dari siapapun dan apapun yang bakal datang menghampiri kita, sebagaimana pula kata penyair:

Setiap yang bakal datang itu dekat

Lebih dekat lagi adalah kematian



Oleh arief b. Iskandar di http://www.mediaumat.com/content/view/1402/67/

Kepribadian Islami

Manusia adalah makhluk yang paling sempurna dan paling mulia dibanding dengan makhluk-makhluk Allah lainnya. Allah SWT berfirman,
“Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah kami ciptakan.” (QS. Al Isra: 70)

Urgensi Kepribadian Islami
Menjadi pribadi yang Islami merupakan suatu hal yang sangat diperhatikan dalam agama Islam. Hal ini karena Islam itu tidak hanya ajaran normatif yang hanya diyakini dan dipahami tanpa diwujudkan dalam kehidupan nyata, tapi Islam memadukan dua hal antara keyakinan dan aplikasi, antara norma dan perbuatan , antara keimanan dan amal saleh. Oleh sebab itulah ajaran yang diyakini dalam Islam harus tercermin dalam setiap tingkah laku, perbuatan dan sikap pribadi-pribadi muslim.

Memang, setiap jiwa yang dilahirkan dalam keadaan fitrah. Tapi bukan berarti kesucian dari lahir itu meniadakan upaya untuk membangun dan menjaganya, justru karena telah diawali dengan fitrah itulah, jiwa tersebut harus dijaga dan dirawat kesuciannya dan selanjutnya dibangun agar menjadi pribadi yang islami.

Ruang Lingkung Kepribadian Islami
Sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sebagai berikut:
A. Ruhiyah (Ma’nawiyah)
Aspek ruhiyah adalah aspek yang harus mendapatkan perhatian khusus oleh setiap muslim. Sebab ruhiyah menjadi motor utama sisi lainnya, hal ini bisa kita simak dalam firman Allah SWT di Surat Asy-Syams : 7-10

“Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. Sungguh sangat beruntung orang yang mensucikannya dan sungguh merugilah orang yang mengotorinya,” (QS. Asy Syams: 7-10).

Dan dalam surat Al Hadid ayat 16:
“Belumkah datang waktunya untuk orang-orang yang beriman untuk tunduk hati mereka berdzikir kepada Allah dan kepada kebenaran yang telah turun kepada mereka dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya telah diturunkan Alkitab di dalamnya, kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras, dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik ” QS. Al-Hadid:16).

Ayat-ayat di atas memberikan pelajaran kepada kita akan pentingnya untuk senantiasa menjaga ruhiyah, kerugian yang besar bagi orang yang mengotorinya dan peringatan keras agar kita meninggalkan amalan yang bisa mengeraskan hati. Bahkan tarbiyah ruhiyah adalah dasar dari seluruh bentuk tarbiyah, menjadi pendorong untuk beramal saleh dan dia juga memperkokoh jiwa manusia dalam menyikapi berbagai problematika kehidupan.

Aspek-aspek yang sangat terkait dengan ma’nawiyah seseorang adalah:
a. Aspek Aqidah. Ruhiyah yang baik akan melahirkan aqidah yang lurus dan kokoh, dan sebaliknya ruhiyah yang lemah bisa menyebabkan lemahnya aqidah. Padahal aqidah adalah suatu keyakinan yang akan mewarnai sikap dan tingkah laku seseorang. Oleh sebab itu kalau ingin aqidahnya terbangun dengan baik maka ruhiyahnya harus dikokohkan. Jadi ruhiyah menempati posisi yang sangat penting dalam kehidupan seorang muslim karena dia akan mempengaruhi bangunan aqidahnya.

b. Aspek akhlaq. Akhlaq adalah bukti tingkah laku dari nilai yang diyakini seseorang. Akhlaq merupakan bagian penting dari keimanan. Akhlaq juga salah satu tolok ukur kesempurnaan iman seseorang. Terawatnya ruhiyah akan membuahkan bagusnya akhlaq seseorang. Allah swt dalam beberapa ayat senantiasa menggandengkan antara iman dengan berbuat baik. Rasulullah saw pun ketika ditanya tentang siapakah yang paling baik imannya ternyata jawab Rasulullah saw adalah yang baik akhlaqnya (“ahsanuhum khuluqan”)

أي المؤمنين افضل إيمانا ؟ قال احسنهم خلقا. رواه ابو داود والترمذى والنسائ والحاكم.
“Mukmin mana yang paling baik imannya? Jawab Rasulullah ” yang paling baik akhlaqnya” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Nasa’i)

Bahkan diutusnya Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- pun untuk menyempurnakan akhlaq manusia sehingga menjadi akhlaq yang islami.

َ إًَِنما بعثت لأتمم مكا رم الأخلاق
Tolok ukur dan patokan baik dan tidaknya akhlaq adalah al-Qur’an. Itulah sebabnya akhlaq keseharian Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- merupakan cerminan dari Al-Qur’an yang beliau yakini. Hal ini terbukti dari jawaban Aisyah ra ketika ditanya tentang bagaimana akhlaq Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- , jawab beliau “Akhlaq Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- adalah al-Qur’an.
كان خلقه القرآن

c. Aspek tingkah laku. Tingkah laku adalah cerminan dari akhlaq yang melekat pada diri seseorang….

B. Fikriyah (‘Aqliyah)
Kepribadian Islami juga ditentukan oleh sejauh mana kokoh dan tidaknya aspek fikriyah. Kejernihan fikrah, kekuatan akal seseorang akan memunculkan amalan, kreativitas dan akan lebih dirasa daya manfaat seseorang untuk orang lain. Fikrah yang dimaksud meliputi:

a. Wawasan keislaman. Sebagai seorang muslim menjadi keniscayaan bagi dia untuk memperluas wawasan keislaman. Sebab dengan wawasan keislaman akan memperkokoh keyakinan keimanan dan daya manfaat diri untuk orang lain.

b. Pola pikir islami. Pola pikir islami juga harus dibangun dalam diri seorang muslim. Semua alur berpikir seorang muslim harus mengarah dan bersumber pada satu sumber yaitu kebenaran dari Allah swt. Islam sangat menghargai kerja pikir ummatnya. Di dalam al-Qur’an pun sering kita jumpai ayat ayat yang menganjurkan untuk berpikir: “afala ta’qiluun, afala tatafakkaruun, la’allakum ta’qiluun, la’allakum tadzakkaruun,”
افلا تعقلون ,أفلا تذكرون, افلا تتفكرون, لعلكم تعقلون,لعلكم تذكرون
Seorang muslim harus senantiasa menggunakan daya pikirnya. Allah mewujudkan fenomena alam untuk dipikirkan, beraneka macamnya tingkah laku manusia sampai adanya aneka pemikiran dan pemahaman manusia hendaknya menjadi pemikiran seorang muslim. Tetapi satu hal yang tidak boleh dilupakan adalah bahwa tujuan berpikir tidak lain adalah untuk meningkatkan keimanan kita kepada Allah –subhânahu wa ta`âlâ- bukan sebaliknya.

c. Disiplin (tepat) dan tetap (tsabat) dalam berislam. Sungguh kehidupan ini tidak terlepas dari ujian, rintangan dan tantangan serta hambatan. Ujian tersebut tidak akan berakhir sebelum nafasnya berakhir. Oleh sebab itulah untuk menghadapinya perlu tsabat dalam berpegang pada syariat Allah swt.

“dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini (ajal).” (QS. Al-Hijr: 99)
Di surat Ali Imran: 102 Allah SWT menjelaskan,
“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kamu sebenar-benar taqwa. Dan jangan sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.” (QS. Ali Imran: 102)

Begitu pentingnya tsabat dijalan Allah, sampai Rasulullah –shallallâhu `alaihi wa sallam- mengajarkan do’a kepada ummatnya, sebagai berikut:

اللهم يا مقلب القلوب ثبت قلوبنا على دينك (رواه الترمذى)
“Wahai Dzat yang membolak-balikkan hati, kokohkanlah hati-hati kami untuk tetap berada pada agamaMu “

C. Amaliyah (Harokiyah)
Di antara sisi yang harus dibangun pada pribadi muslim adalah sisi amaliyahnya. Amaliyah harakiah yang merubah kehidupan seorang mukmin menjadi lebih baik. Hal ini penting sebab amaliyah adalah satu di antara tiga tuntutan iman dan Islam seseorang. Tiga tuntutan tersebut adalah: al-iqror bil- lisan (ikrar dengan lisan), at-tashdiq bil-qalb ( meyakini dengan hati), dan al-amal bil jawarih (beramal dengan seluruh anggota badan). Jadi tidak cukup seseorang menyatakan beriman tanpa mewujudkan apa yang diyakininya dalam bentuk amal yang nyata.

“Maka katakanlah “beramallah kamu niscaya Allah dan RasulNya serta orang-orang beriman akan melihat amalanmu itu. Dan kamu akan dikembalikan kepada Allah yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakanNya kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS. at-Taubah: 105)

Umat Islam dituntut oleh Allah –subhânahu wa ta`âlâ- untuk menunaikan sejumlah amal, baik yang bersifat individual maupun yang kolektif bahkan kewajiban yang sistemik. Kewajiban individual akan lebih khusyu’ dan lebih baik pelaksanaannya jika ditunjang dengan sistem yang kondusif. Shalat, puasa , zakat dan haji misalnya akan lebih baik dan lebih khusyu’ kalau dilaksanakan di tengah suasana yang aman tenteram dan kondusif. Apalagi kewajiban yang bersifat sistemik seperti dakwah, amar ma’ruf nahi mungkar, jihad dsb, mutlak memerlukan ketersediaan perangkat sistem yang memungkinkan terlaksananya amal tersebut.

Pentingnya amaliyah harakiah dalam kehidupan seorang mukmin laksana air. Semakin banyak air bergerak dan mengalir semakin jernih dan semakin sehat air tersebut. Demikian juga seorang muslim semakin banyak amal baiknya, akan semakin banyak daya untuk membersihkan dirinya, sebab amalan yang baik bisa menjadi penghapus dosa. Simaklah QS. Huud: 114

“Dan dirikanlah shalat pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bagian permulaan malam, sesungguhnya perbuatan yang baik itu menghapuskan perbuatan yang buruk (dosa), itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat”. (QS. Huud: 114)

Ada sedikitnya tiga alasan kenapa seorang harus beramal:

1. Kewajiban diri pribadi.
Sebagai hamba Allah tentunya harus menyadari bahwa dirinya diciptakan bukan untuk hal yang sia-sia. Baik jin dan manusia Allah ciptakan untuk tujuan yang amat mulia yaitu untuk beribadah, menghamba kepada Allah –subhânahu wa ta`âlâ-. Amalan adalah bentuk refleksi dari rasa penghambaan diri kepada Dzat yang mencipta.
“Dan tidak Aku ciptakan jin dan manusia kecuali agar mereka beribadah” (QS. Adz Dzaariyaat: 56)

Di samping itu pertanggungjawaban di depan mahkamah Allah nanti bersifat individu. Setiap individu akan merasakan balasan amalan diri pribadinya.
“Dan bahwasanya manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.Dan bahwasanya usahanya itu kelak akan diperlihatkan kepadanya. Kemudian akan diberi balasan kepadanya dengan balasan yang paling sempurna” (QS. an-Najm: 39-41).

2. Kewajiban terhadap keluarga.
Keluarga adalah lapisan kedua dalam pembentukan ummat. Lapisan ini akan memiliki pengaruh yang kuat baik dan rusaknya sebuah ummat. Oleh sebab itulah seseorang dituntut untuk beramal karena terkait dengan kewajiban dia membentuk keluarga yang Islami, sebab tidak akan terbentuk masyarakat yang baik tanpa melalui pembentukan keluarga yang baik dan islami.

“Hai orang-orang yang beriman peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu” (QS. At-Tahrim :6)
Setiap muslim seharusnya mampu membentuk keluarga yang berkhidmat untuk Islam, seluruh anggota keluarga terlibat dalam amal islami di seluruh bidang kehidupan.

3. Kewajiban terhadap dakwah.
Beramal haraki bagi seorang muslim bukan hanya atas tuntutan kewajiban diri dan keluarganya saja, akan tetapi juga karena tuntutan dakwah. Islam tidak hanya menuntut seseorang saleh secara individu tapi juga saleh secara sosial.

“dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. At-Taubah:71)

“dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)

Ma’ruf adalah segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan Munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Juga di dalam surat Fushshilat ayat 33:
“siapakah yang lebih baik perkataannya daripada orang yang menyeru kepada Allah, mengerjakan amal yang saleh, dan berkata: “Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang menyerah diri?” (QS. Fushshilat: 33.). (http://jamaahmasjid.blogspot.com)

Allahu a’lam.

Pesan dari Khalid Al Miski untuk Murids Al Miski

Khalid Al-Miski adalah seorang pemuda yang tampan, rajin beribadah, wara', ikhlas, rajin bekerja, dan amanah. Dia seorang pedagang keliling kampung yang membawa barang dagangannya di atas kepala.

Salah seorang wanita cantik tertarik pada Khalid Al-Miski yang tampan. Suatu hari, wanita ini memanggil Khalid dengan maksud akan membeli barang dagangannya. Ia telah merancang tipu-dayanya, lalu Khalid diminta agar masuk ke dalam rumahnya dengan alasan ia akan membeli dagangannya. Ternyata ia segera mengunci pintu-pintu rumahnya, kemudian berkata, "Kamu akan celaka, jika tidak mau melayani aku! Sebab aku akan memper¬malukanmu di depan umum sehingga mereka menuduhmu ingin memperkosaku."

Khalid berusaha mengalihkan pembicaraan, tetapi tanpa membuahkan hasil. Lalu Khalid memperingatkannya dengan janji dan ancaman Allah. Akan tetapi, setan telah menguasai wanita cantik tersebut dan membutakan mata hatinya.

Ketika Khalid yakin bahwasanya ia tidak bisa menyelamatkan diri dari ancaman wanita tersebut, maka ia tampakkan dirinya menyetujui permintaannya dan meminta izin untuk ber¬benah diri di kamar mandi. Wanita itu bahagia dan setuju. Khalid masuk ke kamar mandi dan berpikir bagaimana caranya agar dapat terhindar dari godaan ini. Kemudian, Allah memberi petunjuk, sekalipun nanti tubuhnya akan kotor. Tidak masalah, asalkan ia dapat menghindarkan diri dari maksiat yang pasti mendatangkan murka Allah. Kemudian, Khalid melumuri wajah dan tubuhnya dengan tinja, dengan demikian tercium bau tidak enak, kelihatan jelek, dan menjijikkan.

Khalid keluar dari kamar mandi, begitu wanita tersebut melihat Khalid kotor dan menjijikkan, ia menghardik dan me¬nyuruhnya keluar serta mengusir dari rumahnya. Pemuda tersebut lari dan meninggalkan rumah wanita untuk menyelamatkan diri dan agamanya.

Allah Ta'ala mengganti bau busuk dan menjijikkan itu dengan bau yang harum bagaikan minyak miski. Orang-orang pun dari kejauhan sudah mengetahui kedatangannya, sebelum mereka melihat Khalid, yaitu dengan mencium baunya yang harum. Sejak saat itu orang-orang memanggilnya dengan Khalid Al-¬Miski.

Inilah seorang Mukmin yang sebenarnya, yang meyakini bahwa Allah senantiasa mengawasi gerak-geriknya setiap saat sehingga sekalipun di hadapannya seorang wanita yang cantik dan gemulai, namun ia merasa takut kepada Allah. Tidak takut kepada manusia atau undang-undang karena semuanya tidak dapat melihat dan mengawasinya sepanjang waktu. Hanya Dzat Yang Maha Mendengar dan Maha Melihatlah yang senantiasa memantau gerakannya. Khalid takut dengan bahaya yang ditim¬bulkan oleh maksiat, maka ia mencari alasan dengan melumuri kotoran pada tubuhnya, dan justru ini menunjukkan kebersihan batinnya dan ketulusan imannya. Kemudian, Allah mengganti¬nya dengan bau harum semerbak di dunia dan baginya di akhirat pahala yang besar dan berlimpah.

Sekarang ini, di zaman kita hidup, berapa banyak manusia melumuri wajah dan tubuhnya dengan parfum dan wangi¬-wangian. Akan tetapi, bau busuk perbuatan mereka menjadikan mereka tercemar dan terbongkar keburukannya, walaupun mereka berusaha menutupi aibnya. Disebabkan mereka hanya takut kepada manusia, bukan kepada Allah. Balasan seseorang itu sesuai dengan jenis amalnya.

Bijak Menyikapi Kemenangan ataupun Kekalahan sebagai ujian keshabaran

"Sungguh beruntung orang yang selalu mensucikan jiwanya... dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya...."
(Q.S Asy-Syams 9-10)

Saudaraku...Ketika perang Badar, Rasulullah yang mulia melakukan persiapan dan usaha yang sungguh-2 untuk kemenangan. Beliau juga berdo'a dengan sungguh-2 sampai-2 beliau 'mengultimatum': "Ya Allah, jika kaum muslimin hari ini kalah, maka Engkau tidak akan disembah lagi di muka bumi!"

Ketika perang Uhud, Rasulullah yang agung menyetujui usul para sahabat untuk berperang di luar madinah. Padahal Beliau tahu persis, bahwa kaum muslimin akan mengalami kekalahan dalam perang. Dan ketika akhirnya kaum muslimin benar-2 kalah, bahkan pamannya Hamzah juga gugur dalam pertempuran itu, Rasulullah tidak menyalahkan para sahabat sedikitpun atau 'melehke'...

Saudaraku... .
Nilai dari MENANG-KALAH bukanlah pada hasil secara dhohirnya, tetapi tetapi KEMENANGAN dan KEKALAHAN kita terletak bagaimana kita BERPROSES dalam hidup ini. KEIKHLASAN dan KESUNGGUHAN itulah yang akan selalu diuji oleh Allah.

Ketika kita berkampanye, berinfaq tenaga, pikiran, harta, dan segalanya... apakah tujuan kita untuk memenangkan dakwah ini..., ataukah untuk memenangkan diri kita agar MENJADI ANGGOTA DEWAN YANG TERHORMAT??? !

Adanya keputusan MK benar-benar menjadi salah satu ujian kita dan juga menjadi LUP, kaca pembesar, yang dapat melihat orientasi kerja-kerja 'dakwah' kita selama ini...

Saudaraku... .
Apakah dalam Ujian Nasional ini kita LULUS atau TIDAK LULUS?
Sungguh beruntung orang yang selalu mensucikan jiwanya... dan sungguh merugi orang yang mengotori jiwanya....

Saudaraku...
Ingatlah perkataan Allah kepada kita yang selalu kita ulang-ulang:
"Katakanlah: "Ya Allah... Pemilik segala kekuasaaan dan kerajaan. Engkau memberikan kekuasaan kepada siapa saja yang Engkau kehendaki. Dan Engkau cabut kekuasaan dari siapa saja yang Engkau kehendaki... .

Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki... dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki... . Di tanganMu lah segala kebaikan..." .

Saudaraku yang berjuang di jalan Allah...Kita tetap menang... dan kemenangan itu tetap ditangan kita... karena yang kita bawa adalah Islam... dan Islam adalah ya'lu wala yu'la alaih....

Semoga Allah memberi kita pembelajaran dan hikmah yang sangat berarti dari pemilu ini dan memasukkan kita ke dalam golongan orang-2 yang disucikan-Nya serta menjauhkan kita dari golongan orang2 yang dilaknati-Nya. Amiin.

Friday 10 December 2010

Ketika Aku Jatuh Cinta

Mencintai seseorang adalah suatu tindakan yang mencerminkan rasa kasih sayang dari seseorang yang sangat manusiawi. Setiap manusia ciptaan ALLAH pasti memiliki rasa ingin mencintai atau dicintai oleh manusia yang lain. Inilah salah satu wujud hak asasi manusia yang harus dihormati dan dipertimbangkan dengan nurani yang jujur. Semua orang yang menjunjung tinggi kejujuran dan ketulusan akan enggan berkata bahwa mencintai adalah suatu tindakan bodoh, dan bahwa cinta adalah suatu kebodohan. tapi dalam mewujudkan rasa cinta itu ada beberapa hal yang harus kita perhatikan, dan itu juga merupakan hak dari manusia yang lain.

pertama, seseorang tidak boleh menjadikan pasangannya hanya sebagai objek untuk melampiaskan nafsunya saja, hormati hak-hak setiap manusia, jangan anggap manusia itu seperti makanan yang hanya dicicipi saja, dan tidak dihabiskan kalau rasanya tidak enak, atau bahkan di biarkan membusuk ketika rasanya sudah tidak enak lagi( bosan-red). jadikan pasangan kita seperti permata atau perhiasan yang lain yang ter pajang dalam etalase, dan hanya boleh kita miliki saat kita sudah membelinya, tapi jangan terlalu lama memandangnya ketika masih dalam etalase, karena lama- lama kita akan menjadi bosan melihatnya, dan rasa indahannya akan berkurang disaat kita sudah memilikinya.

kedua,hormati Hak asasi atau hak milik orang lain, belum tentu pasangan yang sudah menjalin hubungan sebelum nikah akan berakhir pada pernikahan, jadi jangan pernah “menjajah” barang orang lain, karena pada dasarnya setiap manusia akan marah kalau sesuatu yang akan menjadi miliknya telah “di coba-coba” atau “di jajah” orang lain. apakah ada jaminan bahwa setiap pasangan yang menjalin hubungan sebelum nikah akan berakhir di pernikahan???? jadi hormati hak-hak orang lain yang kelak kemungkinan akan menjadi “pasangan abadinya”. jangan sampai orang “pasangan abadinya” hanya akan mendapatkan barang sisa(maaf kalau istilahnya kurang nyaman)

ketiga, ingat bahwa cinta sejati itu hanya milik-NYA, segala sesuatu akan menjadi indah apabila kita mencintai-NYA, bahkan semut yang berjalanpun akan terasa indah jikalau kita mengingat-NYA, semut-semut kecil yang berjalan sendirian atau berbaris, ada yang bertugas untuk mencari jalur untuk koloni-koloninya, ada yang bertugas untuk mencari dan mengangkut makanan dan bahkan ada yang bertugas sebagai prajurit, mereka bekerja demi kepentingan koloninya, tak satupun diantara mereka protes atau mempermasalahkan jabatan atau tugasnya, semut-semut itu masing-masing menjadi bagian yang saling melengkapi bagian yang lainbahkan mereka akang mengorbankan nyawanya demi kepentingan koloninya. masih banyak keindahan-keindahan semut yang lain, bahkan masih terlalu banyak hal-hal lain yang indah di dunia ini.

sungguh hanya kepada-NYA kita kembali, jangan sampai kita menjadi orang-orang yang lalai dan rugi, dan janganlah kita hanya mencintai suatu hal tetapi lupa kepada hal yang lain :

1. orang-orang yang hanya cinta kepada dunia. Tetapi mereka lupa kepada akhirat.

2. orang-orang yang hanya cinta kepada harta benda. Tetapi mereka lupa kepada hisab.

3. orang-orang yang hanya cinta kepada makhluk. Tetapi mereka lupa kepada al-Khaliq.

4. orang-orang yang hanya cinta kepada dosa. Tetapi mereka lupa untuk bertaubat.

5. orang-orang yang hanya cinta kepada gedung-gedung mewah. Tetapi mereka lupa kepada kubur.



Sunday 5 September 2010

SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1431H

Hari beranjak senja, membiaskan
rona jingga di atas cakrawala.
Mengakhiri rasa lapar serta dahaga,
merengguk nikmat sebulan penuh puasa.
Kini hari nan suci tlah tiba,
mohon maaf segala kesalahan dan dosa
Selamat Idul Fitri 1 Syawal 1431H
Minal Aidin Wal Faidzin,
Mohon Maaf Lahir dan Batin
Semoga kita masih diberi kesempatan
dengan bulan Ramadhan tahun depan.
Amin…
————————————————————————————–
Ketika lidah tak sanggup menahan kata
yang membuatnya menorehkan luka
Ketika tangan terpeleset merangkai manis kalimat
Ketika senyum hambar terpotret
Ketika kaki melangkah tak tentu arah
Ada ruang hati tertoreh
Ada kejap mata terluka
Ada degup menganga getir
Ada kecewa
Ada lara
Dari kesengajaan
Dari ketidaksengajaan
Dari kesalahpahaman
Hanya maaf dari bening hati yang menyembuhkan
TAQBALALLAHU MINNA WAMINKUM
SELAMAT HARI RAYA IDUL FITRI 1431H
MINAL AIDIN WAL FAIDZIN

Thursday 2 September 2010

Mengenal Imam Kita

Sejarah Singkat Imam Syafi'i


Nama dan Nasab

Beliau bernama Muhammad dengan kun-yah Abu Abdillah. Nasab beliau secara lengkap adalah Muhammad bin Idris bin al-‘Abbas bin ‘Utsman bin Syafi‘ bin as-Saib bin ‘Ubayd bin ‘Abdu Zayd bin Hasyim bin al-Muththalib bin ‘Abdu Manaf bin Qushay. Nasab beliau bertemu dengan nasab Rasulullah pada diri ‘Abdu Manaf bin Qushay. Dengan begitu, beliau masih termasuk sanak kandung Rasulullah karena masih terhitung keturunan paman-jauh beliau , yaitu Hasyim bin al-Muththalib.
Bapak beliau, Idris, berasal dari daerah Tibalah (Sebuah daerah di wilayah Tihamah di jalan menuju ke Yaman). Dia seorang yang tidak berpunya. Awalnya dia tinggal di Madinah lalu berpindah dan menetap di ‘Asqalan (Kota tepi pantai di wilayah Palestina) dan akhirnya meninggal dalam keadaan masih muda di sana. Syafi‘, kakek dari kakek beliau, -yang namanya menjadi sumber penisbatan beliau (Syafi‘i)- menurut sebagian ulama adalah seorang sahabat shigar (yunior) Nabi. As-Saib, bapak Syafi‘, sendiri termasuk sahabat kibar (senior) yang memiliki kemiripan fisik dengan Rasulullah saw. Dia termasuk dalam barisan tokoh musyrikin Quraysy dalam Perang Badar. Ketika itu dia tertawan lalu menebus sendiri dirinya dan menyatakan masuk Islam.
Para ahli sejarah dan ulama nasab serta ahli hadits bersepakat bahwa Imam Syafi‘i berasal dari keturunan Arab murni. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah memberi kesaksian mereka akan kevalidan nasabnya tersebut dan ketersambungannya dengan nasab Nabi, kemudian mereka membantah pendapat-pendapat sekelompok orang dari kalangan Malikiyah dan Hanafiyah yang menyatakan bahwa Imam Syafi‘i bukanlah asli keturunan Quraysy secara nasab, tetapi hanya keturunan secara wala’ saja.
Adapun ibu beliau, terdapat perbedaan pendapat tentang jati dirinya. Beberapa pendapat mengatakan dia masih keturunan al-Hasan bin ‘Ali bin Abu Thalib, sedangkan yang lain menyebutkan seorang wanita dari kabilah Azadiyah yang memiliki kun-yah Ummu Habibah. Imam an-Nawawi menegaskan bahwa ibu Imam Syafi‘i adalah seorang wanita yang tekun beribadah dan memiliki kecerdasan yang tinggi. Dia seorang yang faqih dalam urusan agama dan memiliki kemampuan melakukan istinbath.
 

Waktu dan Tempat Kelahirannya

Beliau dilahirkan pada tahun 150H. Pada tahun itu pula, Abu Hanifah wafat sehingga dikomentari oleh al-Hakim sebagai isyarat bahwa beliau adalah pengganti Abu Hanifah dalam bidang yang ditekuninya.
Tentang tempat kelahirannya, banyak riwayat yang menyebutkan beberapa tempat yang berbeda. Akan tetapi, yang termasyhur dan disepakati oleh ahli sejarah adalah kota Ghazzah (Sebuah kota yang terletak di perbatasan wilayah Syam ke arah Mesir. Tepatnya di sebelah Selatan Palestina. Jaraknya dengan kota Asqalan sekitar dua farsakh). Tempat lain yang disebut-sebut adalah kota Asqalan dan Yaman.
Ibnu Hajar memberikan penjelasan bahwa riwayat-riwayat tersebut dapat digabungkan dengan dikatakan bahwa beliau dilahirkan di sebuah tempat bernama Ghazzah di wilayah Asqalan. Ketika berumur dua tahun, beliau dibawa ibunya ke negeri Hijaz dan berbaur dengan penduduk negeri itu yang keturunan Yaman karena sang ibu berasal dari kabilah Azdiyah (dari Yaman). Lalu ketika berumur 10 tahun, beliau dibawa ke Mekkah, karena sang ibu khawatir nasabnya yang mulia lenyap dan terlupakan.
 

Pertumbuhannya dan Pengembaraannya Mencari Ilmu

Di Mekkah, Imam Syafi ‘i dan ibunya tinggal di dekat Syi‘bu al-Khaif. Di sana, sang ibu mengirimnya belajar kepada seorang guru. Sebenarnya ibunya tidak mampu untuk membiayainya, tetapi sang guru ternyata rela tidak dibayar setelah melihat kecerdasan dan kecepatannya dalam menghafal. Imam Syafi‘i bercerita, “Di al-Kuttab (sekolah tempat menghafal Alquran), saya melihat guru yang mengajar di situ membacakan murid-muridnya ayat Alquran, maka aku ikut menghafalnya. Sampai ketika saya menghafal semua yang dia diktekan, dia berkata kepadaku, “Tidak halal bagiku mengambil upah sedikitpun darimu.” Dan ternyata kemudian dengan segera guru itu mengangkatnya sebagai penggantinya (mengawasi murid-murid lain) jika dia tidak ada. Demikianlah, belum lagi menginjak usia baligh, beliau telah berubah menjadi seorang guru.
Setelah rampung menghafal Alquran di al-Kuttab, beliau kemudian beralih ke Masjidil Haram untuk menghadiri majelis-majelis ilmu di sana. Sekalipun hidup dalam kemiskinan, beliau tidak berputus asa dalam menimba ilmu. Beliau mengumpulkan pecahan tembikar, potongan kulit, pelepah kurma, dan tulang unta untuk dipakai menulis. Sampai-sampai tempayan-tempayan milik ibunya penuh dengan tulang-tulang, pecahan tembikar, dan pelepah kurma yang telah bertuliskan hadits-hadits Nabi. Dan itu terjadi pada saat beliau belum lagi berusia baligh. Sampai dikatakan bahwa beliau telah menghafal Alquran pada saat berusia 7 tahun, lalu membaca dan menghafal kitab Al-Muwaththa’ karya Imam Malik pada usia 12 tahun sebelum beliau berjumpa langsung dengan Imam Malik di Madinah.
Beliau juga tertarik mempelajari ilmu bahasa Arab dan syair-syairnya. Beliau memutuskan untuk tinggal di daerah pedalaman bersama suku Hudzail yang telah terkenal kefasihan dan kemurnian bahasanya, serta syair-syair mereka. Hasilnya, sekembalinya dari sana beliau telah berhasil menguasai kefasihan mereka dan menghafal seluruh syair mereka, serta mengetahui nasab orang-orang Arab, suatu hal yang kemudian banyak dipuji oleh ahli-ahli bahasa Arab yang pernah berjumpa dengannya dan yang hidup sesudahnya. Namun, takdir Allah telah menentukan jalan lain baginya. Setelah mendapatkan nasehat dari dua orang ulama, yaitu Muslim bin Khalid az-Zanji -mufti kota Mekkah-, dan al-Husain bin ‘Ali bin Yazid agar mendalami ilmu fiqih, maka beliau pun tersentuh untuk mendalaminya dan mulailah beliau melakukan pengembaraannya mencari ilmu.
Beliau mengawalinya dengan menimbanya dari ulama-ulama kotanya, Mekkah, seperti Muslim bin Khalid, Dawud bin Abdurrahman al-‘Athar, Muhammad bin Ali bin Syafi’ –yang masih terhitung paman jauhnya-, Sufyan bin ‘Uyainah –ahli hadits Mekkah-, Abdurrahman bin Abu Bakar al-Maliki, Sa’id bin Salim, Fudhail bin ‘Iyadh, dan lain-lain. Di Mekkah ini, beliau mempelajari ilmu fiqih, hadits, lughoh, dan Muwaththa’ Imam Malik. Di samping itu beliau juga mempelajari keterampilan memanah dan menunggang kuda sampai menjadi mahir sebagai realisasi pemahamannya terhadap ayat 60 surat Al-Anfal. Bahkan dikatakan bahwa dari 10 panah yang dilepasnya, 9 di antaranya pasti mengena sasaran.
Setelah mendapat izin dari para syaikh-nya untuk berfatwa, timbul keinginannya untuk mengembara ke Madinah, Dar as-Sunnah, untuk mengambil ilmu dari para ulamanya. Terlebih lagi di sana ada Imam Malik bin Anas, penyusun al-Muwaththa’. Maka berangkatlah beliau ke sana menemui sang Imam. Di hadapan Imam Malik, beliau membaca al-Muwaththa’ yang telah dihafalnya di Mekkah, dan hafalannya itu membuat Imam Malik kagum kepadanya. Beliau menjalani mulazamah kepada Imam Malik demi mengambil ilmu darinya sampai sang Imam wafat pada tahun 179. Di samping Imam Malik, beliau juga mengambil ilmu dari ulama Madinah lainnya seperti Ibrahim bin Abu Yahya, ‘Abdul ‘Aziz ad-Darawardi, Athaf bin Khalid, Isma‘il bin Ja‘far, Ibrahim bin Sa‘d dan masih banyak lagi.
Setelah kembali ke Mekkah, beliau kemudian melanjutkan mencari ilmu ke Yaman. Di sana beliau mengambil ilmu dari Mutharrif bin Mazin dan Hisyam bin Yusuf al-Qadhi, serta yang lain. Namun, berawal dari Yaman inilah beliau mendapat cobaan –satu hal yang selalu dihadapi oleh para ulama, sebelum maupun sesudah beliau-. Di Yaman, nama beliau menjadi tenar karena sejumlah kegiatan dan kegigihannya menegakkan keadilan, dan ketenarannya itu sampai juga ke telinga penduduk Mekkah. Lalu, orang-orang yang tidak senang kepadanya akibat kegiatannya tadi mengadukannya kepada Khalifah Harun ar-Rasyid, Mereka menuduhnya hendak mengobarkan pemberontakan bersama orang-orang dari kalangan Alawiyah.
Sebagaimana dalam sejarah, Imam Syafi‘i hidup pada masa-masa awal pemerintahan Bani ‘Abbasiyah yang berhasil merebut kekuasaan dari Bani Umayyah. Pada masa itu, setiap khalifah dari Bani ‘Abbasiyah hampir selalu menghadapi pemberontakan orang-orang dari kalangan ‘Alawiyah. Kenyataan ini membuat mereka bersikap sangat kejam dalam memadamkan pemberontakan orang-orang ‘Alawiyah yang sebenarnya masih saudara mereka sebagai sesama Bani Hasyim. Dan hal itu menggoreskan rasa sedih yang mendalam pada kaum muslimin secara umum dan pada diri Imam Syafi‘i secara khusus. Dia melihat orang-orang dari Ahlu Bait Nabi menghadapi musibah yang mengenaskan dari penguasa. Maka berbeda dengan sikap ahli fiqih selainnya, beliau pun menampakkan secara terang-terangan rasa cintanya kepada mereka tanpa rasa takut sedikitpun, suatu sikap yang saat itu akan membuat pemiliknya merasakan kehidupan yang sangat sulit.
Sikapnya itu membuatnya dituduh sebagai orang yang bersikap tasyayyu‘, padahal sikapnya sama sekali berbeda dengan tasysyu’ model orang-orang syi‘ah. Bahkan Imam Syafi‘i menolak keras sikap tasysyu’ model mereka itu yang meyakini ketidakabsahan keimaman Abu Bakar, Umar, serta ‘Utsman , dan hanya meyakini keimaman Ali, serta meyakini kemaksuman para imam mereka. Sedangkan kecintaan beliau kepada Ahlu Bait adalah kecintaan yang didasari oleh perintah-perintah yang terdapat dalam Alquran maupun hadits-hadits shahih. Dan kecintaan beliau itu ternyata tidaklah lantas membuatnya dianggap oleh orang-orang syiah sebagai ahli fiqih madzhab mereka.
Tuduhan dusta yang diarahkan kepadanya bahwa dia hendak mengobarkan pemberontakan, membuatnya ditangkap, lalu digelandang ke Baghdad dalam keadaan dibelenggu dengan rantai bersama sejumlah orang-orang ‘Alawiyah. Beliau bersama orang-orang ‘Alawiyah itu dihadapkan ke hadapan Khalifah Harun ar-Rasyid. Khalifah menyuruh bawahannya menyiapkan pedang dan hamparan kulit. Setelah memeriksa mereka seorang demi seorang, ia menyuruh pegawainya memenggal kepala mereka. Ketika sampai pada gilirannya, Imam Syafi‘i berusaha memberikan penjelasan kepada Khalifah. Dengan kecerdasan dan ketenangannya serta pembelaan dari Muhammad bin al-Hasan -ahli fiqih Irak-, beliau berhasil meyakinkan Khalifah tentang ketidakbenaran apa yang dituduhkan kepadanya. Akhirnya beliau meninggalkan majelis Harun ar-Rasyid dalam keadaan bersih dari tuduhan bersekongkol dengan ‘Alawiyah dan mendapatkan kesempatan untuk tinggal di Baghdad.
Di Baghdad, beliau kembali pada kegiatan asalnya, mencari ilmu. Beliau meneliti dan mendalami madzhab Ahlu Ra’yu. Untuk itu beliau berguru dengan mulazamah kepada Muhammad bin al-Hassan. Selain itu, kepada Isma‘il bin ‘Ulayyah dan Abdul Wahhab ats-Tsaqafiy dan lain-lain. Setelah meraih ilmu dari para ulama Irak itu, beliau kembali ke Mekkah pada saat namanya mulai dikenal. Maka mulailah ia mengajar di tempat dahulu ia belajar. Ketika musim haji tiba, ribuan jamaah haji berdatangan ke Mekkah. Mereka yang telah mendengar nama beliau dan ilmunya yang mengagumkan, bersemangat mengikuti pengajarannya sampai akhirnya nama beliau makin dikenal luas. Salah satu di antara mereka adalah Imam Ahmad bin Hanbal.
Ketika kamasyhurannya sampai ke kota Baghdad, Imam Abdurrahman bin Mahdi mengirim surat kepada Imam Syafi‘i memintanya untuk menulis sebuah kitab yang berisi khabar-khabar yang maqbul, penjelasan tentang nasikh dan mansukh dari ayat-ayat Alquran dan lain-lain. Maka beliau pun menulis kitabnya yang terkenal, Ar-Risalah.
Setelah lebih dari 9 tahun mengajar di Mekkah, beliau kembali melakukan perjalanan ke Irak untuk kedua kalinya dalam rangka menolong madzhab Ash-habul Hadits di sana. Beliau mendapat sambutan meriah di Baghdad karena para ulama besar di sana telah menyebut-nyebut namanya. Dengan kedatangannya, kelompok Ash-habul Hadits merasa mendapat angin segar karena sebelumnya mereka merasa didominasi oleh Ahlu Ra’yi. Sampai-sampai dikatakan bahwa ketika beliau datang ke Baghdad, di Masjid Jami ‘ al-Gharbi terdapat sekitar 20 halaqah Ahlu Ra ‘yu. Tetapi ketika hari Jumat tiba, yang tersisa hanya 2 atau 3 halaqah saja.
Beliau menetap di Irak selama dua tahun, kemudian pada tahun 197 beliau balik ke Mekkah. Di sana beliau mulai menyebar madzhabnya sendiri. Maka datanglah para penuntut ilmu kepadanya meneguk dari lautan ilmunya. Tetapi beliau hanya berada setahun di Mekkah.
Tahun 198, beliau berangkat lagi ke Irak. Namun, beliau hanya beberapa bulan saja di sana karena telah terjadi perubahan politik. Khalifah al-Makmun telah dikuasai oleh para ulama ahli kalam, dan terjebak dalam pembahasan-pembahasan tentang ilmu kalam. Sementara Imam Syafi‘i adalah orang yang paham betul tentang ilmu kalam. Beliau tahu bagaimana pertentangan ilmu ini dengan manhaj as-salaf ash-shaleh –yang selama ini dipegangnya- di dalam memahami masalah-masalah syariat. Hal itu karena orang-orang ahli kalam menjadikan akal sebagai patokan utama dalam menghadapi setiap masalah, menjadikannya rujukan dalam memahami syariat padahal mereka tahu bahwa akal juga memiliki keterbatasan-keterbatasan. Beliau tahu betul kebencian meraka kepada ulama ahlu hadits. Karena itulah beliau menolak madzhab mereka.
Dan begitulah kenyataannya. Provokasi mereka membuat Khalifah mendatangkan banyak musibah kepada para ulama ahlu hadits. Salah satunya adalah yang dikenal sebagai Yaumul Mihnah, ketika dia mengumpulkan para ulama untuk menguji dan memaksa mereka menerima paham Alquran itu makhluk. Akibatnya, banyak ulama yang masuk penjara, bila tidak dibunuh. Salah satu di antaranya adalah Imam Ahmad bin Hanbal. Karena perubahan itulah, Imam Syafi‘i kemudian memutuskan pergi ke Mesir. Sebenarnya hati kecilnya menolak pergi ke sana, tetapi akhirnya ia menyerahkan dirinya kepada kehendak Allah. Di Mesir, beliau mendapat sambutan masyarakatnya. Di sana beliau berdakwah, menebar ilmunya, dan menulis sejumlah kitab, termasuk merevisi kitabnya ar-Risalah, sampai akhirnya beliau menemui akhir kehidupannya di sana.
 

Keteguhannya Membela Sunnah

Sebagai seorang yang mengikuti manhaj Ash-habul Hadits, beliau dalam menetapkan suatu masalah terutama masalah aqidah selalu menjadikan Alquran dan Sunnah Nabi sebagai landasan dan sumber hukumnya. Beliau selalu menyebutkan dalil-dalil dari keduanya dan menjadikannya hujjah dalam menghadapi penentangnya, terutama dari kalangan ahli kalam. Beliau berkata, “Jika kalian telah mendapatkan Sunnah Nabi, maka ikutilah dan janganlah kalian berpaling mengambil pendapat yang lain.” Karena komitmennya mengikuti sunnah dan membelanya itu, beliau mendapat gelar Nashir as-Sunnah wa al-Hadits.
Terdapat banyak atsar tentang ketidaksukaan beliau kepada Ahli Ilmu Kalam, mengingat perbedaan manhaj beliau dengan mereka. Beliau berkata, “Setiap orang yang berbicara (mutakallim) dengan bersumber dari Alquran dan sunnah, maka ucapannya adalah benar, tetapi jika dari selain keduanya, maka ucapannya hanyalah igauan belaka.” Imam Ahmad berkata, “Bagi Syafi‘i jika telah yakin dengan keshahihan sebuah hadits, maka dia akan menyampaikannya. Dan prilaku yang terbaik adalah dia tidak tertarik sama sekali dengan ilmu kalam, dan lebih tertarik kepada fiqih.” Imam Syafi ‘i berkata, “Tidak ada yang lebih aku benci daripada ilmu kalam dan ahlinya” Al-Mazani berkata, “Merupakan madzhab Imam Syafi‘i membenci kesibukan dalam ilmu kalam. Beliau melarang kami sibuk dalam ilmu kalam.”
Ketidaksukaan beliau sampai pada tingkat memberi fatwa bahwa hukum bagi ahli ilmu kalam adalah dipukul dengan pelepah kurma, lalu dinaikkan ke atas punggung unta dan digiring berkeliling di antara kabilah-kabilah dengan mengumumkan bahwa itu adalah hukuman bagi orang yang meninggalkan Alquran dan Sunnah dan memilih ilmu kalam.
 

Wafatnya

Karena kesibukannya berdakwah dan menebar ilmu, beliau menderita penyakit bawasir yang selalu mengeluarkan darah. Makin lama penyakitnya itu bertambah parah hingga akhirnya beliau wafat karenanya. Beliau wafat pada malam Jumat setelah shalat Isya’ hari terakhir bulan Rajab permulaan tahun 204 dalam usia 54 tahun. Semoga Allah memberikan kepadanya rahmat-Nya yang luas.
Ar-Rabi menyampaikan bahwa dia bermimpi melihat Imam Syafi‘i, sesudah wafatnya. Dia berkata kepada beliau, “Apa yang telah diperbuat Allah kepadamu, wahai Abu Abdillah ?” Beliau menjawab, “Allah mendudukkan aku di atas sebuah kursi emas dan menaburkan pada diriku mutiara-mutiara yang halus”
 

Karangan-Karangannya

Sekalipun beliau hanya hidup selama setengah abad dan kesibukannya melakukan perjalanan jauh untuk mencari ilmu, hal itu tidaklah menghalanginya untuk menulis banyak kitab. Jumlahnya menurut Ibnu Zulaq mencapai 200 bagian, sedangkan menurut al-Marwaziy mencapai 113 kitab tentang tafsir, fiqih, adab dan lain-lain. Yaqut al-Hamawi mengatakan jumlahnya mencapai 174 kitab yang judul-judulnya disebutkan oleh Ibnu an-Nadim dalam al-Fahrasat.
Yang paling terkenal di antara kitab-kitabnya adalah al-Umm, yang terdiri dari 4 jilid berisi 128 masalah, dan ar-Risalah al-Jadidah (yang telah direvisinya) mengenai Alquran dan As-Sunnah serta kedudukannya dalam syariat.
 
Sumber :
1. Al-Umm, bagian muqoddimah hal 3-33.
2. Siyar A‘lam an-Nubala’
3. Manhaj Aqidah Imam asy-Syafi‘, terjemah kitab Manhaj al-Imam Asy-Syafi ‘i fi Itsbat al-‘Aqidah karya DR. Muhammad AW al-Aql terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi‘i, Cirebon.

Ahlussunnah waljamaah......

Ahli Sunnah Wal Jamaah

Dalil Wajib Bermazahab


Telah Ijma` Ulama (Ahlissunnah wal jamaah) bahawa manusia sekarang ini ( yang kemudian daripada mazahab yang empat ) akan wajib niat taqlid ( mengikut ) mana-mana  daripada mazahab yang empat pada masaalah I`badat, Mua`malat, Munakahat dan Jinayat yang diakui sah .( maliki, hanafi,syafie atau hambali ).

Dalil wajib taqlid ulama` itu ialah Firman Allah Ta`la :-

Maka hendaklah kamu bertanya akan ahli dzikir ( Ulama ) jika kamu tidak mengetahui .

Maka wajib kita niat taqlid akan mana-mana satu daripada mazahab yang empat yang diakui sahnya . Dan tiada harus lagi tiada sah taqlid akan ulama yang lain daripada yang empat itu kerana kita tiada mengetahui syarat-syarat dan rukun-rukun cara mazahab yang lain itu , kerana mereka tiada mengarang kitab-kitab yang boleh kita berpegang dengan dia.

Tersebut didalam kitab : Tanwir Qulub Ms : 397 :- Maka barang siapa mengerjakan ibadat yang bersalahan Ulama pada sahnya daripada tiada taqlid bagi mazhab yang mengatakan sahnya nescaya wajib diulanginya.(khada`)

Contohnya ;- seperti mengambil wudu` ia basuh sekalian muka serta niatnya dan basuh dua tangan dan sapu sedikit air dikepala dan membasuh muka dan basuh kaki pada hal tidak pernah berniat ikut (taqlid) mazhab Syafie nescaya tidak sah wudu`nya maka tidak sah solatnya juga.

Jika berlaku seperti diatas itu , maka hukumnya samalah macam orang yang tidak menunaikan solat walaupun seratus tahun dia mengerjakan sembahyangnya yang ia buat dalam keadaan tidak berniat taqlid mana-2 mazahab nescaya wajib diulanginya ( kadha ).

Lagi contohnya :-

Seseorang yg taqlid ulama yang empat tetapi tidak diakui oleh mana-mana mazahab yang empat itu (mencampur adukkan ). Seperti :- bernikah dengan tiada wali ia taqlid mazahab hanafi, serta tiada saksi ia taqlid mazhab maliki, maka tidak sah nikahnya ini.

Tidak sah bertaqlid dengan mazhab yang lain daripada yang empat itu , seperti kaum mude yang berkata ;-

bernikah dengan tiada wali dan saksi ia taqlid mazhab Daud Al-Zhohiri. Maka Hukumnya haram lagi tidak sah nikahnya.

Maka mereka yang bertaqlid seperti kaum mude itu sesat lagi menyesatkan kerana menyalahi barang yang sudah ijma` Ulama serta dijanjikan masuk neraka.

Dalil masuk neraka orang yang menyalahi ijma` ulama itu ialah :-


Sabda Nabi s.a.w yang bermaksud :-

Sesungguhnya Allah Taala tidak akan menjadikan ijma` (ulama ) ummat ku atas kesesatan. Dan bermula pertolongan Allah Taala beserta ijma`(ulama) ummatku .
Dan barang siapa yang keluar ia daripada ijma` (ulama ) nescaya menuju ke Neraka.

(H.Riwayat : Imam Turmizi daripada Ibnu Abbas )

Tersebut didalam Kitab Tanwir Qulub Ms : 40 :-

Erti melayunya :-

Dan tiada harus bertaqlid akan yang lain daripada mazhab yang empat setelah terikat Ijma` Ulama diatas mereka itu, kerana bahawasanya segala mazahab yang lain daripada mereka itu tiada karang akan kitab-kitab dan tiada didhobit (dicatat) koedah mereka .

Contohnya :-

Seperti kaum mude dan puak wahabi yang berkata :- Aku bera`mal ikut Al-Quran dan hadis dan mengaku faham isi kandungan (segala hukum) di dalamnya serta tidak mahu bertaqlid ( bermazhab). Maka tiada sah lagi sangat sesat dan menyesatkan orang lain pula.


Harus orang yang bermazhab itu bertaqlid dengan mana-mana daripada mazahab yang empat yang diakui sahnya .

Seperti :-

Orang yang bermazahab syafie harus ia taqlid mazhab hanafi atau maliki atau hambali pada satu masaalah atau beberapa masaalah , tetapi ada syarat-syaratnya :-

Syarat sah harus taqlid itu 6 perkara :-

  1. Mengetahui ia akan masaalah yang ia hendak taqlid itu adalah yang mu`tabar disisi mazahab yang hendak ditaqlidnya itu.dan mengetahui rukun-rukun dan yg menbatholkan didalam masaalah yg ia hendak taqlid dlm mazahab itu.

  1. Hendaklah taqlid dahulu sebelum jatuh perbuatannya . Maka jangan setelah jatuh perbuatan baru nak niat taqlid mazhab yang lain seperti masaalah : Dia sentuh isterinya maka bathal wudu`nya dlm mazhab syafie tiba-tiba ia hendak taqlid mazahab hanafi supaya tidak bathal wudu`nya . (maka tidak sah)

  1. Tidak memilih yang mana-mana memudahkan baginya seperti :- ia ambil wudu` sapu sedikit daripada kepala ikut mazhab syafie dan sembahyang tidak membaca Bismillah pada imam atau seorang diri, dan ma`mum tidak payah baca fatihah ikut mazhab hanafi . (maka tidak sah)

  1. Imam yang diikutinya mesti sah mujtahidnya . Seperti syafie , hanafi, hambali dan maliki. Maka tidak sah taqlid kepada imam yang tidak sah mujtahidnya seperti :- Ibnu Taimiyyah, Ibnu Kholdun dan Muhammad bin Abd Wahab (wahabi).

  1. Jangan  jadi talfiq pada qodiah (bab) yang satu seperti :- Mengambil wudu` menyapu sedikit daripada kepala mengikut syafie dan dalam hal menyentuh perempuan yang ajnabi tidak bathol wudu` ikut hanafi sedangkan mazahab syafie bathol ia .. maka tidak sah wudu`nya.

  1. Tiada barang yang menjadi bathol hukum qadhi seperti :- Tholak tiga sekali berlafaz tuan qadhi kata boleh ruju` nescaya bathol hukum qadhi kerana menyalahi ijma` sahabat dan tabiin dan ulama yg mujtahidin.


   Dan setengah daripada Hukum qadhi yang jadi bathol ialah seperti dalam masaalah Nikah Muta`ah , nikah dengan tiada wali dan saksi , Tholak tiga (tholak bain) tiada syarat wathi` (setubuh) oleh mahallil  dan lain-2 .

Wednesday 25 August 2010

Merindu Ayah dan Bunda

Bunda tercinta
Dengan jiwa yang kaupunya
Kau lahirkan kami ke dunia
Lewat kasih tak terhingga

Ayah tersayang
Berbekal senyum yang kausandang
Kau lindungi kami penuh sayang
dengan cinta saat kaumemandang

Seluas samudera kasihmu
Setinggi gunung cintamu
Setiap senyum dan tawa itu
Semua untuk kami, anak-anakmu

Tiada satu detik pun terlewat
Tanpa perjuanganmu yang tak kenal lelah
Hingga tiap tetes peluh yang melekat
Adalah mutiara doa yang tak kan pecah

Waktu berjalan tanpa terasa
Semua yang kauberikan
Tak pernah harapkan balas jasa
Karena kasihmu sepanjang jalan

Lima puluh tahun telah berlalu
Tiba waktunya kami membalas semua jasamu
Walau mungkin tak sebanding dengan pengorbananmu
Meski mungkin semua ini tiada arti bagimu

Ayah, bunda
Terimalah puisi sederhana
Sebagai tanda cinta
Semoga Allah senantiasa limpahkan kasih-Nya

Untuk Abiii dan Ummiii

Ya Allah,
Rendahkanlah suaraku bagi mereka
Perindahlah ucapanku di depan mereka
Lunakkanlah watakku terhadap mereka dan
Lembutkan hatiku untuk mereka.......

Ya Allah,
Berilah mereka balasan yang sebaik-baiknya,
atas didikan mereka padaku dan Pahala yang
besar atas kasih sayang yang mereka limpahkan padaku,
peliharalah mereka sebagaimana mereka memeliharaku.

Ya Allah,
Apa saja gangguan yang telah mereka rasakan
atau kesusahan yang mereka deritakan kerana aku,
atau hilangnya sesuatu hak mereka kerana perbuatanku,
maka jadikanlah itu semua penyebab susutnya
dosa-dosa mereka dan bertambahnya pahala
kebaikan mereka dengan perkenan-Mu ya Allah,
hanya Engkaulah yang berhak membalas
kejahatan dengan kebaikan berlipat ganda.

Ya Allah,
Bila magfirah-Mu telah mencapai mereka sebelumku,
Izinkanlah mereka memberi syafa'at untukku.
Tetapi jika sebaliknya, maka izinkanlah aku
memberi syafa'at untuk mereka,
sehingga kami semua berkumpul bersama dengan santunan-Mu
di tempat kediaman yang dinaungi kemulian-Mu, ampunan-Mu serta rahmat-Mu.
Sesungguhnya Engkaulah yang memiliki Kurnia Maha Agung,
serta anugerah yang tak berakhir
dan Engkaulah yang Maha Pengasih diantara semua pengasih.

Amin Ya Rabbal Alamin..